KEPAILITAN
Kepailitan
dapat terjadi karena makin pesatnya perkembangan perekonomian dan perdagangan
dimana muncul berbagai macam permasalahan utang piutang yang timbul dalam
masyarakat. Begitu juga dengan krisis moneter yang terjadi di Indonesia telah
memberikan dampak yang tidak menguntungkan terhadap perekonomian nasional
sehingga menimbulkan kesulitas besar terhadap dunia usaha dalam menyelesaikan
utang piutang untuk meneruskan kegiatan usahanya.
Pengertian Kepailitan
Dalam
pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Undang-undang Kepailitan dan PKPU),
“kepailitan” diartikan sebagai sita umum atas semua kekayaan Debitur Pailit
yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan
Hakim Pengawas. Menurut kamus, pailit berarti “bangkrut” atau “jatuh
miskin”.Dengan demikian maka kepailitan adalah keadaan atau kondisi dimana
seseorang atau badan hukum tidak mampu lagi membayar kewajibannya (Dalam hal
ini utangnya) kepada si piutang.
Tampak
bahwa inti kepailitan adalah sita umum (beslaang ) atas kekayaan debitor.
Maksud dari penyitaan agar semua kreditor mendapat pembayaran yang seimbang
dari hasil pengelolaan asset yang disita.Dimana asset yang disita dikelola atau
yang disebut pengurusan dan pemberesan dilakukan oleh curator.
Dalam
hal terjadi kepailitan, yaitu Debitur tidak dapat membayar utangnya, maka jika
Debitur tersebut hanya memiliki satu orang Kreditur dan Debitur tidak mau
membayar utangnya secara sukarela, maka Kreditur dapat menggugat Debitur ke
Pengadilan Negeri dan seluruh harta Debitur menjadi sumber pelunasan utangnya
kepada Kreditur. Namun, dalam hal Debitur memiliki lebih dari satu Kreditur dan
harta kekayaan Debitur tidak cukup untuk melunasi semua utang kepada para
Kreditur, maka akan timbul persoalan dimana para Kreditur akan berlomba-lomba
dengan segala macam cara untuk mendapatkan pelunasan piutangnya terlebih
dahulu. Kreditur yang belakangan datang kemungkinan sudah tidak mendapatkan
lagi pembayaran karena harta Debitur sudah habis.Kondisi ini tentu sangat tidak
adil dan merugikan Kreditur yang tidak menerima pelunasan.Karena alasan itulah,
muncul lembaga kepailitan dalam hukum. Lembaga hukum kepailitan muncul untuk
mengatur tata cara yang adil mengenai pembayaran tagihan-tagihan para Kreditur
dengan berpedoman pada KUHPer, terutama pasal 1131 dan 1132, maupun
Undang-undang Kepailitan dan PKPU.
Pasal
1131 KUHPer:
“Segala
barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada
maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan perorangan debitur itu.”
Pasal
1132 KUHPer:
“Barang-barang
itu menjadi jaminan bersama bagi semua kreditur terhadapnya; hasil penjualan
barang-barang itu dibagi menurut perbandingan piutang masing-masing kecuali
bila di antara para kreditur itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.”
Dari
dua pasal tersebut, dapat kita simpulkan bahwa pada prinsipnya pada setiap
individu memiliki harta kekayaan yang pada sisi positif di sebut kebendaan dan
pada sisi negatif disebut perikatan. Kebendaan yang dimiliki individu tersebut
akan digunakan untuk memenuhi setiap perikatannya yang merupakan kewajiban
dalam lapangan hukum harta kekayaan.
Syarat
Kepailitan
Hal
ini dijelaskan dalam Pasal 2 ayat ( 1 ) UUK :
“Debitor
yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak mambayar lunas sedikitnya satu
utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan
putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu
atau lebih kreditornya.”
Menurut
pasal 2 ayat (1) Undang-undang Kepailitan dan PKPU di atas, supaya pasal 1131
dan 1132 KUHP berlaku sebagai jaminan pelunasan utang Kreditur, maka pernyataan
pailit tersebut harus dilakukan dengan putusan Pengadilan yang terlebih dahulu
dimohonkan kepada Pengadilan Niaga. Menurut Gunawan Widjaja, maksud dari
permohonan dan putusan pailit tersebut kepada Pengadilan adalah untuk memenuhi
asas publisitas dari keadaan tidak mampu membayar Debitur. Asas tersebut
dimaksudkan untuk memberitahukan kepada khalayak umum bahwa Debitur dalam
keadaan tidak mampu membayar, dan hal tersebut memberi kesempatan kepada
Kreditur lain yang berkepentingan untuk melakukan tindakan. Dengan demikian,
dari pasal tersebut dapat kita tarik kesimpulan bahwa dikabulkannya suatu
pernyataan pailit jika dapat terpenuhinya persyaratan kepailitan sebagai
berikut:
1)
Debitur tersebut mempunyai dua atau lebih Kreditur.
Untuk
melaksanakan Pasal 1132 KUHPer yang merupakan jaminan pemenuhan pelunasan utang
kepada para Kreditur, maka pasal 1 ayat (1) Undang-undang Kepailitan dan PKPU
mensyaratkan adanya dua atau lebih Kreditur.Syarat ini ditujukan agar harta
kekayaan Debitur Pailit dapat diajukan sebagai jaminan pelunasan piutang semua
Kreditur, sehingga semua Kreditur memperoleh pelunasannya secara adil.Adil
berarti harta kekayaan tersebut harus dibagi secara Pari passu dan Prorata.Pari
Passu berarti harta kekayaan Debitur dibagikan secara bersama-sama diantara
para Kreditur, sedangkan Prorata berarti pembagian tersebut besarnya
sesuai dengan imbangan piutang masing-masing Kreditur terhadap utang Debitur
secara keseluruhan.
Dengan
dinyatakannya pailit seorang Debitur, sesuai pasal 22 jo. Pasal 19
Undang-undang Kepailitan dan PKPU, Debitur pailit demi hukum kehilangan hak
untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang dimasukkan ke dalam kepailitan.
Terhitung sejak tanggal putusan Pengadilan, Pengadilan melakukan penyitaan umum
atas seluruh harta kekayaan Debitur Pailit, yang selanjutnya akan dilakukan
pengurusan oleh Kurator yang diawasi Hakim Pengawas. Dan bila dikaitkan dengan
pasal 1381 KUHPer tentang hapusnya perikatan, maka hubungan hukum utang-piutang
antara Debitur dan Kreditur itu hapus dengan dilakukannya “pembayaran” utang
melalui lembaga kepailitan.
(2)
Debitur tersebut tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu
dan
dapat
ditagih.
Gugatan
pailit dapat diajukan apabila Debitur tidak melunasi utangnya kepada minimal
satu orang Kreditur yang telah jatuh tempo, yaitu pada waktu yang telah
ditentukan sesuai dalam perikatannya.Dalam perjanjian, umumnya disebutkan
perihal kapan suatu kewajiban itu harus dilaksanakan.Namun dalam hal tidak
disebutkannya suatu waktu pelaksanaan kewajiban, maka hal tersebut bukan
berarti tidak dapat ditentukannya suatu waktu tertentu. Pasal 1238 KUHPer
mengatur sebagai berikut:
“Debitur
dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau
berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini
mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang
ditentukan.”
Adapun
criteria yang harus dipenuhi, yakni debitur mempunyai atau lebih kteditur dan
tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.
Rumusan utang dijelaskan dalam Pasal 1 butir 6 UUK menyebutkan utang adalah
kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam
mata uang Indonesia atau mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan
timbul di kemudian hari, yang timbul karena perjanjian atau UU dan yang wajib
dipenuhi oleh debitur dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditur untuk
mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitur.
Adapun
syarat yang lain dalam kepailitan yaitu :
- Pailit berarti pemogokan pembayar atau kemacetan pembayaran.
- Debitur dalam keadaan berhenti membayar, dengan putusan hakim dia dinyatakan pailit.
- Putusan pailit akan diucapkan hakim, bila secara sumir terbukti adanya peristiwa atau keadaan yang menunjukan adanya keadaan berhenti membayar dari debitur.
- Sumir terbukti berarti untuk pembuktian tidak berlaku peraturan pembuktian yang biasa ( buku IV KUHPerdata ).
Utang
adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik
dalam mata uang Indonesia atau mata uang asing, baik secara langsung maupun
yang akan timbul dikemudian hari yang timbul karena perjanjian atau
undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitur dan bila tidak dipenuhi
memberi hak kepada kreditur untuk mendapat pemenuhan dari harta kekayaan debitur.
Tujuan utama
kepailitan
Adalah untuk melakukan pembagian antara para kreditur atas
kekayaan debitur oleh kurator.Kepailitan dimaksudkan untuk menghindari
terjadinya sitaan terpisah atau eksekusi terpisah oleh kreditur dan
menggantikannya dengan mengadakan sitaan bersama sehingga kekayaan debitur
dapat dibagikan kepada semua kreditur sesuai dengan hak masing-masing.
Dasar
Hukum Kepailitan
Semula
lembaga hukum kepailitan diatur undang-undang tentang Kepailitan dalam Faillissements-verordening
Staatsblad 1905:217 juncto Staatsblad 1906:348.Karena perkembangan
perekonomian dan perdagangan serta pengaruh globalisasi, serta modal yang
dimiliki oleh para pengusaha umumnya berupa pinjaman yang berasal dari berbagai
sumber, undang-undang tersebut telah menimbulkan banyak kesulitan dalam
penyelesaian utang-piutang.Penyelesaian utang-piutang juga bertambah rumit
sejak terjadinya berbagai krisis keuangan yang merembet secara global dan
memberikan pengaruh tidak menguntungkan terhadap perekonomian nasional.Kondisi
tidak menguntungkan ini telah menimbulkan kesulitan besar terhadap dunia usaha
dalam menyelesaikan utang piutang untuk meneruskan kegiatannya. Undang-undang
tentang Kepailitan (Faillissements verordening, Staatsblad 1905:217 juncto
Staatsblad 1906:348), sebab itu, telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang tentang Kepailitan, yang kemudian ditetapkan menjadi
Undang-Undang berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998. Perubahan tersebut
juga ternyata belum memenuhi perkembangan dan kebutuhan hukum di masyarakat,
sehingga pada tahun 2004 pemerintah memperbaikinya lagi dengan Undang-undang
Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(Undang-undang Kepailitan dan PKPU). Dan juga adapun BW secara umum khususnya
pasal 1131 sampai dengan 1134.
Pihak
yang Dapat Mengajukan Kepailitan
Selain
oleh Kreditur dan Debitur sendiri, suatu permohonan pailit dapat diajukan oleh
pihak-pihak lain seperti yang disebutkan dalam pasal 2 Undang-undang Kepailitan
dan PKPU. Mereka adalah:
1.
Kejaksaan untuk kepentingan umum.
Yang
dimaksud dengan “kepentingan umum” adalah kepentingan bangsa dan negara
dan/atau kepentingan masyarakat luas.
2.
Bank Indonesia dalam hal Debitur adalah bank
Pengajuan
permohonan pernyataan pailit terhadap suatu bank sepenuhnya merupakan
kewenangan Bank Indonesia.Pengajuan tersebut semata-mata didasarkan atas
penilaian kondisi keuangan dan kondisi perbankan secara keseluruhan, oleh
karena itu tidak perlu dipertanggungjawabkan.Kewenangan Bank Indonesia untuk
mengajukan permohonan kepailitan ini tidak menghapuskan kewenangan Bank
Indonesia terkait dengan ketentuan mengenai pencabutan izin usaha bank,
pembubaran badan hukum, dan likuidasi bank sesuai peraturan perundang-undangan.
3.
Badan Pengawas Pasar Modal (BPPM) dalam hal Debitur adalah Perusahaan Efek,
Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan
Penyelesaian
Permohonan
pailit juga dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (BPPM) karena
lembaga tersebut melakukan kegiatan yang berhubungan dengan dana masyarakat
yang diinvestasikan dalam efek di bawah pengawasan Badan Pengawas Pasar Modal.
Badan Pengawas Pasar Modal juga mempunyai kewenangan penuh dalam hal pengajuan
permohonan pernyataan pailit untuk instansi-instansi yang berada di bawah
pengawasannya, seperti halnya kewenangan Bank Indonesia terhadap bank.
4.
Menteri Keuangan dalam hal Debitur adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan
Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang
kepentingan publik.
Pihak
yang Dapat Dijatuhkan Pailit
- Orang perorangan : pria dan wanita; menikah atau belum menikah. Jadi pemohon adalah debitur perorangan yang telah menikah, maka permohonan hanya dapat diajukan atas persetujuan suami atau isterinya, kecuali tidak ada percampuran harta.
- Perserikatan atau perkumpulan tidak berbadan hukum lainnya. Jika pemohon berbentuk Firma harus memuat nama dan tempat kediaman masimh-masing persero yang secara tanggung renteng terikat untuk seluruh utang Firma.
- Perseroan, perkumpulan, koperasi, yayasan yang berbadan hukum.
- Harta warisan.
Akibat
Kepailitan
- Kepailitan meliputi seluruh harta kekayaan debitur pada saat pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan. Kecuali tempat tidur,pakaian, alat-alat pertukangan, buku-buku yang diperlukan dalam pekerjaan,makanan dan minuman untuk satu bulan, alimentasi atau uang yang diterima dari pendapatan anak-anaknya.
- Debitur demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus harta kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit. Sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan ( sejak pukul 00.00 waktu setempat ).
- Kepailitan hanya mengenai harta pailit dan tidak mengenai diri pribadi debitur pailit.
- Harta pailit diurus dan dikuasai curator untuk kepentingan semua kreditur dan debitur. Hakim pengawas memimpin dan mengawasi pelaksanaan jalannya kepailitan.
- tuntutan dan gugatan mengenai hak dan kewajiban harta pailit harus diajukan oleh atau terhadap curator.
- Segala perbuatan debitur yang dilakukan sebelum dinyatakan pailit, apabila dapat dibuktikan bahwa perbuatan tersebut secara sadar dilakukan debitur untuk merugikan kreditur maka dapat dibatalkan oleh curator atau kreditur atau gugatan yang diajukan curator demi menyelamatkan keutuhan harta pailit demi kepentingan kreditur (Aktiopauliana ).
- Hibah dapat dibatalkan sepanjang merugikan harta kepailitan ( boedel pailit ). Missal penghibahan 40 hari menjelang kepailitan dianggap dibuat untuk merugikan para kreditur.
- Perikatan selama kepailitan yang dilakukan debitur apabila perikatan tersebut menguntungkan bisa diteruskan. Namun apabila perikatan tersebut dapat merugikan, maka kerugian sepenuhnya ditanggung oleh debitur secara pribadi atau perikatan tersebut dapat dimintakan pembatalan.
- Kepailitan suami atau istri yang kawin dalam satu persatuan harta, diperlakukan sebagai kepailitan persatuan harta tersebut.
Cara
Penundaan Kepailitan
Cara
penundaan kepailitan ini dapat ditempuh dengan mekanisme pengajuan
perdamaian.Debitur pailit berhak untuk menawarkan suatu perdamaian kepada semua
Kreditur atau melakukan PKPU.
l
Jika pengesahan perdamaian telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kepailitan
berakhir.
l
Kurator wajib mengumumkan perdamaian tersebut dalam Berita Negara Republik
Indonesia dan paling sedikit 2 surat kabar harian.
l
Jika tidak ditentukan lain, Kurator wajib mengembalikan kepada Debitur semua
benda, uang, buku dan dokumen yang termasuk harta pailit dengan tanda terima
yang sah.
Prosedur
Permohonan Pailit
Prosedur
permohonan pailit, Hal ini diatur dalam pasal 6 UUK,yaitu sebagai berikut :
(1)
Permohonan pernyataan pailit diajukan kepada ketua pengadilan.
(2)
Penitera mendaftarkan permohonan pernyataan pailit pada tanggal permohonan yang
bersangkutan diajukan, dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang
ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dengan tanggal yang sama dengan
tanggal pendaftaran.
(3)
Penitera wajib menolak pendaftaran permohonan pernyataan pailit bagi institusi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3),(4) dan ayat (5) jika dilakukan
tidak sesuai dengan ketentuan dalam ayat-ayat tersebut.
(4)
Panitera menyampaikan permohonan pernyataan pailit kepada ketua pengadilan
paling lambat 2 (dua) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan.
(5)
Dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah tanggal permohonan
pernyataan pailit didaftarkan,pengadilan mempelajari permohonan dan menetapkan
hari sidang.
(6)
Sidang pemeriksaan atas permohonan pernyatan pailit diselenggarakan dalam
jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah tanggal permohonan
didaftarkan.
(7)
Atas permohonan debitur dan berdasarkan alasan yang cukup, pengadilan dapat
menunda penyelenggaraan sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sampai dengan
paling lambat 25 (dua puluh lima) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan.
Contoh Perusahaan yang pailit
Kasus pailitnya Televisi Pendidikan Indonesia (TPI)
tentu telah menjadi catatan sejarah perkembangan televisi di tanah air.Stasiun
televisi yang didirikan putri sulung Presiden Soeharto, Siti Hardijanti Rukmana
alias Mbak Tutut ini pertama kali mengudara pada 1 Januari 1991.Di awal
mengudara, TPI hanya bersiaran selama 2 jam, yakni pukul 19.00-21.00 WIB.Studio
siarannya pun masih nebeng, yakni di Studio 12 TVRI Senayan, Jakarta.
Secara bertahap, TPI mulai memanjangkan durasi
tayangnya. Hingga pada akhir 1991, TPI sudah mengudara selama 8 jam
sehari.Sejak awal, kinerja keuangan yang sebagian sahamnya dimiliki oleh PT
Cipta Lamtoro Gung Persada ini memang buruk.Termasuk ketika memutuskan keluar
dari naungan TVRI dan menjadi stasiun televisi dangdut pada pertengangan
1990-an. Puncaknya, pada 2002 posisi utang TPI sudah mencapai Rp 1,634
triliun.Mbak Tutut pun kelimpungan.Ancaman pailit pun terjadi.
Di tengah kondisi tersebut, Mbak Tutut meminta bantuan
kepada Henry Tanoesoedibjo (HT) untuk membayar sebagian utang-utang pribadinya.
Sekadar info, saat itu HT menjabat sebagai Direktur Utama PT Bimantara Citra
Tbk (BMTR) yang sekarang berubah nama menjadi PT Global Mediacom Tbk (BMTR).
Bimantara Citra merupakan perusahaan kongsi antara Bambang Trihatmojo, adik
Mbak Tutut dengan HT dan kawan-kawan.
Akhirnya BMTR sepakat untuk membayar sebagian utang
mbak Tutut sebesar US$ 55 juta dengan kompensasi akan mendapat 75% saham TPI.
Mbak Tutut setuju, HT pun senang usulan tersebut disepakati.Mereka pun diikat
oleh sebuah Nota Kesepahaman.Dengan penandatanganan Nota Kesepahaman pada
Februari 2003 tersebut, HT resmi menguasai saham mayoritas TPI.
Entah kenapa, setalah saham dikuasai oleh HT, TPI
kondisi keuangan TPI dianggap belum stabil.Enam tahun kemudian, tepatnya pada
14 Oktober 2009, Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
mengabulkan Crown Capital Global Limited (CCGL) tuduhan pailit kepada
TPI.Putusan ini sempat diprotes sejumlah ahli hukum, anggota DPR, Komisi
Penyiaran Indonesia, serta tentu saja para pekerja TPI.
Putusan
kepailitan pada TPI tersebut, disinyalir terjadi, karena ada campur tangan
Makelar Kasus (Markus). Betapa tidak, begitu mudahnya Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat mengabulkan. Menurut Direktur Utama TPI saat itu, Sang
Nyoman, keberadaan makelar kasus dalam perkara ini disinyalir sangat kuat
mengingat sejumlah fakta hukum yang diajukan ke persidangan tidak menjadi
pertimbangan majelis hakim saat memutus perkara ini.
“Ada
pihak yang disebut-sebut mendapat tugas pemberesan sengketa ini dan mengakui
sebagai pengusaha batu bara berinisial RB,” ujar Nyoman.
Inisial RB
ini pernah terungkap, ketika diadakan rapat pertemuan antara hakim pengawas,
tim kurator, dan direksi TPI di Jakarta Pusat pada 4 November 2009. TPI pun
kemudian melakukan kasasi untuk permohonan peninjauan kembali kasus tersebut
kepada Mahkamah Agung.Tepat pada 15 Desember 2009, dalam sidang yang dipimpin
Ketua Majelis Hakim Abdul Kadir Moppong dengan hakim anggota Zaharuddin Utama
dan M. Hatta Ali, memutuskan TPI tidak pailit.
Meski
diputuskan tak pailit, citra TPI tetap dianggap “pailit”. Sejak 20 Oktober
2010, TPI berganti nama, logo, dan merek baru secara resmi, yakni MNCTV.
Perubahan nama ini merupakan rebranding untuk kepentingan
bisnis, sebagaimana layaknya Lativi di-rebranding menjadi tvOne.
Meski program-program dangdut ala TPI masih dipertahankan, diharapkan dengan
bergantinya nama, penjualan iklan semakin meningkat.
Alasan
pemilihan nama MNC TV itu sendiri, kabaranya nama MNC sudah kuat di market.
Boleh jadi hal tersebut benar. Berdasarkan riset AC Nielsen, di tengah
persaingan industri pertelevisian yang semakin ketat, pada April 2005, MNCTV
berhasil mencapai posisi 1 dengan 16,6% audience share. Pada 2013, Komisi
Penyiaran Indonesia (KPI) sempat membuat peringkat 10 Televisi Terbaik, dimana
MNC TV berhasil duduk di peringkat ke-2 setelah Trans TV. Peringkat tersebut
naik, setelah pada 2012, KPI mendudukkan MNC TV di peringkat ke-3.
ANALISIS :
Pailit dapat diartikan debitor dalam
keadaan berhenti membayar hutang karena tidak mampu. Kata Pailit dapat juga
diartikan sebagai Bankcrupt. Kata Bankrupt sendiri mengandung arti Banca Ruta,
dimana kata tersebut bermaksud memporak-porandakan kursi-kursi, adapun
sejarahnya mengapa dikatakan demikian adalah karena dahulu suatu peristiwa
dimana terdapat seorang debitor yang tidak dapat membayar hutangnya kepada
kreditor, karena marah sang kreditor mengamuk dan menghancurkan seluruh
kursi-kursi yang terdapat di tempat debitor.
Sedangkan
berdasarkan pasal 1
angka 1 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (Undang-undang Kepailitan dan PKPU), “kepailitan”
diartikan sebagai sita umum atas semua kekayaan Debitur Pailit yang
pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim
Pengawas.
SUMBER REFERENSI :
Radjagukguk,
Erman., Peranan Hukum Dalam Pembangunan Pada Era Globalisasi, Jurnal Hukum Vol.II
No.6
Sembiring
Sentosa,Hukum Dagang, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2008
Undang-undang
Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
Fred
B.G.Tumbuan, Pokok-pokok Penyempurnaan Aturan Tentang Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang, Makalah disampaikan dalam Lokakarya Undang-Undang
Kepailitan,Jakarta,3-14 Agustus 1998.
http://hiburan.kompasiana.com/televisi/2013/09/05/makelar-kasus-dalam-sejarah-kepailitan-tpi-dan-mnctv-589888.html
http://www.hukumkepailitan.com/
http://id.wikipedia.org/wiki/Pailit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar