Sejarah
singkat gerakan koperasi bermula pada abad ke-20 yang pada umumnya merupakan
hasil dari usaha yang tidak spontan dan tidak dilakukan oleh orang-orang yang
sangat kaya. Koperasi tumbuh dari kalangan rakyat, ketika penderitaan dalam
lapangan ekonomi dan sosial yang ditimbulkan oleh sistem kapitalisme semakin
memuncak. Beberapa orang yang penghidupannya sederhana dengan kemampuan ekonomi
terbatas, terdorong oleh penderitaan dan beban ekonomi yang sama, secara spontan
mempersatukan diri untuk menolong dirinya sendiri dan manusia sesamanya.
Pada tahun
1896 seorang Pamong Praja Patih R.Aria Wiria Atmaja di Purwokerto mendirikan
sebuah Bank untuk para pegawai negeri (priyayi). Ia terdorong oleh keinginannya
untuk menolong para pegawai yang makin menderita karena terjerat oleh lintah
darat yang memberikan pinjaman dengan bunga yang tinggi. Maksud Patih tersebut
untuk mendirikan koperasi kredit model seperti di Jerman. Cita-cita semangat
tersebut selanjutnya diteruskan oleh De Wolffvan Westerrode, seorang asisten
residen Belanda. De Wolffvan Westerrode sewaktu cuti berhasil mengunjungi
Jerman dan menganjurkan akan mengubah Bank Pertolongan Tabungan yang sudah ada
menjadi Bank Pertolongan, Tabungan dan Pertanian. Selain pegawai negeri juga
para petani perlu dibantu karena mereka makin menderita karena tekanan para
pengijon. Ia juga menganjurkan mengubah Bank tersebut menjadi koperasi. Di
samping itu ia pun mendirikan lumbung-lumbung desa yang menganjurkan para
petani menyimpan pada pada musim panen dan memberikan pertolongan pinjaman padi
pada musim paceklik. Ia pun berusaha menjadikan lumbung-lumbung itu menjadi
Koperasi Kredit Padi. Tetapi Pemerintah Belanda pada waktu itu berpendirian
lain. Bank Pertolongan, Tabungan dan Pertanian dan Lumbung Desa tidak dijadikan
Koperasi tetapi Pemerintah Belanda membentuk lumbung-lumbung desa baru, bank
–bank Desa , rumah gadai dan Centrale Kas yang kemudian menjadi Bank Rakyat
Indonesia (BRI). Semua itu adalah badan usaha Pemerntah dan dipimpin oleh
orang-orang Pemerintah.
Pada zaman
Belanda pembentuk koperasi belum dapat terlaksana karena:
- Belum ada instansi pemerintah ataupun badan non pemerintah yang memberikan penerangan dan penyuluhan tentang koperasi.
- Belum ada Undang-Undang yang mengatur kehidupan koperasi.
- Pemerintah jajahan sendiri masih ragu-ragu menganjurkan koperasi karena pertimbangan politik, khawatir koperasi itu akan digunakan oleh kaum politik untuk tujuan yang membahayakan pemerintah jajahan itu.
Mengantisipasi
perkembangan koperasi yang sudah mulai memasyarakat, Pemerintah Hindia Belanda
mengeluarkan peraturan perundangan tentang perkoperasian. Pertama, diterbitkan
Peraturan Perkumpulan Koperasi No. 43, Tahun 1915, lalu pada tahun 1927
dikeluarkan pula Peraturan No. 91, Tahun 1927, yang mengatur
Perkumpulan-Perkumpulan Koperasi bagi golongan Bumiputra. Pada tahun 1933,
Pemerintah Hindia-Belanda menetapkan Peraturan Umum Perkumpulan-Perkumpulan
Koperasi No. 21, Tahun 1933. Peraturan tahun 1933 itu, hanya diberlakukan bagi
golongan yang tunduk kepada tatanan hukum Barat, sedangkan Peraturan tahun
1927, berlaku bagi golongan Bumiputra. Diskriminasi pun diberlakukan pada
tataran kehidupan berkoperasi.
Pada tahun
1908, Budi Utomo yang didirikan oleh Dr. Sutomo memberikan peranan bagi gerakan
koperasi untuk memperbaiki kehidupan rakyat. Pada tahun 1915 dibuat peraturan
Verordening op de Cooperatieve Vereeniging, dan pada tahun 1927 Regeling
Inlandschhe Cooperatieve. Pada tahun 1927 dibentuk Serikat Dagang Islam, yang
bertujuan untuk memperjuangkan kedudukan ekonomi pengusah-pengusaha pribumi.
Kemudian pada tahun 1929, berdiri Partai Nasional Indonesia yang memperjuangkan
penyebarluasan semangat koperasi.
Namun, pada
tahun 1933 keluar UU yang mirip UU no. 431 sehingga mematikan usaha koperasi
untuk yang kedua kalinya. Pada tahun 1942 Jepang menduduki Indonesia. Jepang
lalu mendirikan koperasi kumiyai. Awalnya koperasi ini berjalan mulus. Namun
fungsinya berubah drastis dan menjadi alat Jepang untuk mengeruk keuntungan,
dan menyengsarakan rakyat Indonesia.
Setelah
Indonesia merdeka, pada tanggal 12 Juli 1947, pergerakan koperasi di Indonesia
mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya. Hari ini kemudian
ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia. Sekaligus membentuk Sentral
Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI) yang berkedudukan di Tasikmalaya
(Bandung sebagai ibukota provinsi sedang diduduki oleh tentara Belanda).
Kongres
Koperasi pertama menghasilkan beberapa keputusan :
·
Mendirikan sentral
Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia [SOKRI
·
Menetapkan gotong
royong sebagai asas koperasi
·
Menetapkan pada tanggal
12 Juli sebagai hari Koperasi
Pada
tanggal 12 Juli 1953, mengadakan kembali Kongres Koperasi yang ke-2 di Bandung.
Kongres koperasi ke -2 mengambil putusan :
1. Membentuk
Dewan Koperasi Indonesia [ Dekopin
]sebagai pengganti SOKRI
2. Menetapkan
pendidikan koperasi sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah
3. Mengangkat
Moh. Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia
4. Segera
akan dibuat undang-undang koperasi yang baru
Pelaksanaan
program perkoperasian pemerintah mengadakan kebijakan :
a)
Menggiatkan
pembangunan organisasi perekonomian rakyat terutam koperasi
b)
Memperluas
pendidikan dan penerangan koperasi
c)
Memberikan
kredit kepada kaum produsen, baik di lapangan industri maupun pertanian yang bermodal
kecil
Lalu kita
mengenal
Moh.Hatta
sebagai
bapak
koperasi
.Beliau
mengusulkan
didirikannya
3 macam koperasi :
- Pertama, adalah koperasi konsumsi yang terutama melayani kebutuhan kaum buruh dan pegawai.
- Kedua, adalah koperasi produksi yang merupakan wadah kaum petani (termasuk peternak atau nelayan).
- Ketiga, adalah koperasi kredit yang melayani pedagang kecil dan pengusaha kecil guna memenuhi kebutuhan modal.
Bung Hatta mengatakan
bahwa
tujuan
koperasi
yang sebenarnya bukan mencari
laba
atau
keuntungan,
namun bertujuan untuk
memenuhi
kebutuhan
bersama
anggota
koperasi.
| Sejarah Koperasi Pada Masa
Kemerdekaan
1. Sejarah Koperasi di Indonesia
Pada Tahun 1945 - 1958
Sejak
Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 dan sehari kemudian UUD 1945
disahkan, maka bersamaan dengan itu juga timbul semangat baru untuk menggerakkan
koperasi. Hal ini dikarenakan koperasi sudah mendapat landasan hukum yang kuat
di dalam UUD 1945. Karena koperasi sudah mendapat landasarn hukum yang kuat dan
merupakan bentuk organisasi ekonomi yang sesuai dengan jiwa kekeluargaan rakyat
Indonesia, maka Gerakan koperasi seluruh Indonesia mengadakan konggres yang
pertama pada tanggal 12 Juli 1947. Dari beberapa keputusan penting yang diambil
dalam konggres tersebut, salah satunya adalah menetapkan bahwa tanggal 12 juli
dijadikan sebagai Hari koperasi, yang bermakna sebagai hari bertekad dari
seluruh bangsa Indonesia untuk melaksanakan kegiatan perekonomian melalui
koperasi.
Pada
tahun 1953, Gerakan Koperasi Indonesia mengadakan konggres kedua, di mana salah
satu keputusannya ialah menetapkan dan menganggkat Muhammad Hatta sebagai bapak
koperasi Indonesia. Kemudian pemerintah mengeluarkan UU koperasi Nomor 79 tahun
1958.
2. Sejarah Koperasi di Indonesia
Pada Tahun 1958 - 1965
Dalam
sejarah koperasi, sejak berlakunya UU No. 79 Tahun 1958 yang mendasarkan pada
ketentuan pasal 38 UUDS 1950, koperasi semakin maju dan berkembang, serta
tumbuh di mana-mana. Tetapi dengan diberlakukannya kembali UUD 1945 berdasarkan
Dekrit Presiden pada tanggal 5 juli 1959, pemerintah kemudian mengeluarkan PP
no. 60 tahun 1959 sebagai peraturan pelaksana dari UU No.79 Tahun 1958.
Peraturan ini menentukan bahwa pemerintah bersikap sebagai pembina dan pengawas
dalam perkembangan koperasi di Indonesia.
Perkembangan
selanjutnya, pada tahun 1960 keluarlah Instruksi Presiden No. 2 Tahun 1960 yang
isinya antara lain adalah menentukan bahwa untuk mendorong pertumbuhan Gerakan
Koperasi harus ada kerja sama antara Jawatan Koperasi dengan masyarakat di
dalam satu lembaga yang disebut Badan Penggerak Koperasi (Bapengkop).
Besarnya
perhatian pemerintah terhadap perkembangan koperasi pada waktu itu, berdampak
juga pada ketergantungan koperasi terhadap bantuan pemerintah. Pengurus
koperasi terbiasa hnya mengharapkan datangnya bantuan atau distribusi barang
dari pemerintah. Para pengurus koperasi menjadi kehilangan inisiatif untuk
menciptakan lapangan usaha bagi kelangsungan hidup koperasi. Disamping itu
juga, partai-partai politik mulai campur tangan pada koperasi. Koperasi mulai
dijadikan sebagai alat perjuangan politik bagi sekelompok kekuatan tertentu.
Akibatnya koperasi menjadi kehilangan kemurniannya sebagai suatu badan ekonomis
yang bersifat demokratis, serta sendi dasar utama koperasi yang tidak mengenal
perbedaan golongan, agma dan ras atau suku menjadi tidak murni lagi.
3. Sejarah Koperasi di Indonesia
pada Tahun 1966 Sampai Sekarang
Pemerintahan
Orde baru bertekad untuk mengembalikan ctra koperasi sesuai dengan kehendak
dari UUD 1945. Pada waktu itu terbentuklah Majelis Permusyawaratan Rakyat
sementara (MPRS), di mana salah satu ketetapannya yang penting yaitu Tap MPRS
No. XXIII/MPRS/1966 mengenai pembaharuan kebijaksanaan landasan ekonomi,
keuangan dan pembangunan. Peranan koperasi dalam hal ini tercantum di dalam Bab
V, Pasal 42 dan Pasal 43 Tap MPRS tersebut.
Mengemban
amanat dari Tap MPRS tersebut dengan mendapat bantuan dan perhatian dari
pemerintah, maka pada tanggal 17 juli 1966 Gerakan Koperasi Indonesia
mengadakan musyawarah Nasional di Jakarta. Beberapa keputusan penting yang
dihasilkan dalam Munas tersebut yaitu :
1)
menolak dan membatalkan semua keputusan dan hasil Munas
Koperasi lainnya, yang kemudian diselenggarakan pada tahun 1961 (Munas 1) dan
Tahun 1965 (Munas 2),
2)
Menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada MPRS.
3) Selanjutnya pada tanggal 18 Desember 196 pemerintah orde
baru membuat UU Koperasi No. 12 Tahun 1967 mengenai Pokok Pokok Koperasi.
Dengan keluarnya UU ini, maka koperasi-koperasi yang ada pada waktu itu mulai
ditertibkan, koperasi-koperasi yang tumbuh demikian mudah pada masa orde lama
mulai ditertibkan. Jumlah koperasi pada akhir tahun 1967 telah mencapai 64000,
di mana dari jumlah tersebut hanya 45000 yang berbadan hukum. Dengan adanya
penertiban sesuai dengan UU NO.12 ini, maka pada akhir tahun 1968 jumlah
koperasi yang ada tinggal 15000 koperasi dan koperasi ini sesuai dengan
ketentuan dalam UU No. 12 Tahun 1967.
Pada
Tahun 1978, Pemerintah mengeluarkan instruksi presiden No.2 Tahun 1978 mengenai
Badan Usaha Unit Desa atau Koperasi Unit Desa (BUUD atau KUD). Pada
permulaannya, Koperasi Unit Desa hanya mencakup koperasi desa, koperasi
pertanian dan koperasi serba usaha di desa-desa. Kemudian KUD telah mampu
mengembangkan usahanya ke bidang-bidang lain seperti bidang kerajinan rakyat,
perkreditan, perkebunan dan kegiatan dalam menangani masalah Tebu Rakyat
Intensifikasi (TRI) dan bahkan percengkehan nasional.
Keanggotaan
Koperasi Unit Desa ini tidak didasarkan pada jenis usahanya, akan tetapi
didasarkan pada tempat tinggal penduduk atau anggota. Dalam hal ini di suatu
daerah kecamatan telah berdirik koperasi-koperasi lain selain koperasi unit
desa, maka koperasi-koperasi tersebut boleh terus menjalankan kegiatan usahanya
atau boleh juga bergabung dengan koperasi unit desa atas kemauannya sendiri.
Perkembangan
koperasi selanjutnya yaitu semakin banyaknya koperasi unit desa yang hampir ada
di setiap kecamatan, maka pemerintah mulai melakukan pembinaan secara khusus
KUD-KUD tertentu, yang ditunjuk untuk dijadikan KUD percontohan.
Kelompok 4 :
1.
Kokom Khomaria (25214905)
2.
Alcoryna Putri (20214729)
3.
Garinta Amalia Iriandi (24214464)
4.
Nahdy Arrozy Armansyah (27214782)
Kelas :
2EB08
Sumber :
https://who21.wordpress.com/2013/11/02/sejarah-koperasi-di-indonesia/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar