KOPERASI sejak awal diperkenalkan dan dibentuk di Indonesia pada 12 Juli 1947 lebih diarahkan untuk berpihak kepada kepentingan ekonomi rakyat atau ekonomi lemah. Keberadaan koperasi memang merupakan suatu fenomena tersendiri, sebab tidak satu lembaga sejenis lainnya yang mampu menyamainya, karena berasal dari kalangan yang satu pikiran, dilaksanakan oleh kalangan itu dan diperuntukan untuknya juga dan diharapkan menjadi penyeimbang terhadap pilar ekonomi lainnya. Koperasi sebenarnya diyakini sangat sesuai dengan budaya dan tata kehidupan bangsa Indonesia. Di dalamnya terkandung muatan menolong diri sendiri, kerjasama untuk kepentingan bersama (gotong royong), kesejahteraan bersama dan beberapa esensi moral lainnya.
Era Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) pada 2015 membawa suatu peluang sekaligus tantangan bagi ekonomi
Indonesia.
Dengan diberlakukannya MEA pada akhir 2015, negara anggota ASEAN akan mengalami aliran bebas barang, jasa, investasi, dan tenaga kerja terdidik dari dan ke masing-masing negara.
Menghadapi MEA 2015
Pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community/AEC) 2015 mempunyai target tiga pilar, yaitu: Komunitas Keamanan ASEAN (ASEAN Security Community), Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community), dan Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community). MEA 2015, akan diarahkan kepada pembentukan sebuah integrasi ekonomi kawasan dengan mengurangi biaya transaksi perdagangan, memperbaiki fasilitas perdagangan dan bisnis, serta meningkatkan daya saing sektor UMKM.
Pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community/AEC) 2015 mempunyai target tiga pilar, yaitu: Komunitas Keamanan ASEAN (ASEAN Security Community), Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community), dan Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community). MEA 2015, akan diarahkan kepada pembentukan sebuah integrasi ekonomi kawasan dengan mengurangi biaya transaksi perdagangan, memperbaiki fasilitas perdagangan dan bisnis, serta meningkatkan daya saing sektor UMKM.
Tujuan MEA 2015
Difokuskan pada 12 sektor prioritas, yang tediri atas
tujuh sektor barang (peralatan elektonik, pertanian otomotif, industri
perikanan, industri berbasis karet, industri berbasis kayu, dan tekstil) dan
lima sektor jasa (transportasi udara, pelayanan kesehatan, pariwisata,
logistik, dan industri teknologi informasi). Untuk mempersiapkan koperasi dan
UKM untuk dapat bersaing dengan baik. Untuk meningkatkan kualitas pelaku KUKM, dapat melaksanakan
berbagai pembinaan dan pelatihan, baik yang bersifat teknis maupun manajerial.
Namun, banyaknya tenaga kerja yang tidak terampil tentu berdampak pada kualitas
produk yang dihasilkan.
Sektor Koperasi dan UKM yang paling
penting untuk dikembangkan dalam menghadapi MEA 2015 itu yang terkait
dengan industri kreatif dan inovatif, handicraft, home industry, dan teknologi
informasi. Peningkatan daya saing dengan pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi (TIK), menurut dia, diperlukan para pelaku UKM di Indonesia untuk
menghadapi persaingan usaha yang makin ketat, khususnya dalam menghadapi MEA.
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk dapat bersaing dengan baik, dengan
menggunakan langkah langkah sebagai berikut:
Pertama, meningkatkan kualitas sumber
daya manusia (SDM) dan standar koperasi. Satu upaya memperbaiki citra dan
kepercayaan terhadap koperasi maka SDM koperasi (pengurus, pengawas dan
anggota) harus terus berupaya untuk meningkatkan pengetahuan sesuai dengan
tugas dan fungsinya), meningkatakan motivasi bisnis sesuai jati diri koperasi.
Untuk memanfaatkan peluang dan potensi pasar di kawasan ASEAN dan pasar global,
maka produk yang dihasilkan Koperasi dan UKM haruslah memenuhi kualitas dan
standar yang sesuai dengan kesepakatan negara tujuan.
Kedua, meningkatkan akses modal. Masalah modal dalam
pengembangan bisnis UKM sangatlah klasik. Selama ini, belum banyak koperasi dan
UKM yang tidak bisa memanfaatkan skema pembiayaan yang diberikan oleh perbankan
akibat ketidakmampuan seperti: (1) aspek formalitas, karena banyak koperasi dan
UKM yang tidak memiliki legal status; (2) aspek skala usaha, di mana skema
kredit yang disiapkan perbankan tidak sejalan dengan skala usaha koperasi dan
UKM; dan (3) aspek informasi, dimana perbankan ragu terhadap keberadaan usaha
koperasi dan UKM. Oleh karena itu, maka ke empat masalah ini harus diatasi,
diantaranya dengan peningkatan kemampuan bagi Pengurus, pengelola (SDM) yang di
koperasi dan UKM melalui program program seminar dan Focus Diskusi Group dengan
pihak perbankan.
Ketiga, meningkatkan kualitas SDM dan jiwa kewirausahaan
UMKM dan koperasi. Secara umum kualitas SDM pengurus koperasi dan UKM di
Indonesia masih rendah. Terlebih lagi spirit kewirausahaannya. Jumlah wirausaha
di Indonesia masih sangat kurang. Secara proporsi, baru sekitar 0,24% dari
populasi penduduk atau hanya sekitar 500 ribuan. Jumlah ini sangat kurang untuk
mendukung akselerasi pembangunan ekonomi. Idealnya, Indonesia membutuhkan
sebanyak 4,8 juta wirausaha atau sekitar 4,8 juta orang, Sebagai perbandingan,
jumlah wirausaha di Amerika Serikat sudah mencapai 12% dari total jumlah
penduduknya, Singapura 7%, Cina dan Jepang 10%, India 7% dan Malaysia 3%.
(Suryani Motik, Wakil Ketua Kadin).
Keempat, meningkatkan fasilitas transfer tekonologi bagi
koperasi dan UKM. Fasilitas dan transfer teknologi untuk Koperasi dan UKM yang
masih merupakan tantangan yang kita hadapi. Peranan dan kerja sama antara
lembaga riset dan perguruan tinggi masih belum berpihak kepada koperasi serta
dunia usaha. Kerja sama atau kemitraan antara perusahaan besar, baik dari dalam
dan luar negeri dengan koperasi dan UKM harus didorong untuk meningkatkan peran
koperasi dan UKM dalam menunjang kegiatannya
Kelima, menfasilitasi koperasi dan UKM berkaitan akses
informasi dan promosi di luar negeri. Pada saat ini saja kita lihat bahwa
banyak produk dari Koperasi dan UKM tidak dapat terjual dengan baik di pasar,
hal ini karena sebagaian dari pelaku hanya berpikir untuk membuat produk
sehingga akaibatnya barang tidak terjual dan akhirnya rugi, padahal bagian
terpenting dari proses produksi adalah masalah pasar, sebaik apapun kualitas
produk yang dihasilkan, kalau masyarakat atau pasar tidak mengetahuinya, maka
produk tersebut akan sulit dipasarkan.
Langkah-langkah diatas diharapkan dapat digunakan sebagai
upaya upaya strategis dalam menghadapi MEA yang akan di laksanakan di akhir
tahun 2015 ini.